Buku Sesuai Mood: Galau, Penuh Harapan atau Butuh Refleksi

Buku, seperti musik, punya kekuatan untuk menyentuh sisi terdalam manusia. Tapi tak semua buku cocok dibaca kapan saja. Ada kalanya hati sedang rapuh dan butuh pelukan kata. Di lain waktu, kita sedang dipenuhi semangat dan ingin memelihara harapan. Kadang juga, kita merasa perlu berhenti sejenak dan merefleksi hidup tanpa bising motivasi murahan.

Inilah rekomendasi buku yang disesuaikan dengan tiga suasana hati paling umum: saat sedang galau, saat ingin mengisi diri dengan harapan, dan saat butuh ruang untuk merenung. Buku-buku ini tidak hanya menemani, tapi bisa menjadi cermin atau bahkan kompas untuk perjalanan batin kita.

Saat Sedang Galau: Pelukan dari Lembar Buku

Galau adalah momen ketika kepala penuh, tapi hati kosong. Saat seperti ini, kita tidak butuh solusi, tapi pengertian. Buku yang cocok untuk mood ini bukan yang terlalu ringan, tapi juga tidak berat—melainkan yang bisa berkata, “Aku ngerti kok rasanya.”

1. The Midnight Library oleh Matt Haig

Bayangkan jika kita bisa mencoba hidup alternatif dari setiap keputusan yang pernah kita sesali. Novel ini menyelami perasaan kegagalan, kehilangan arah, dan rasa tak berguna—namun membungkusnya dengan cara yang penuh kelembutan. Bukan untuk menyemangati secara gamblang, tapi untuk membuat kita merasa tidak sendirian.

2. Kata oleh Rintik Sedu

Bahasanya sederhana tapi menghunjam. Cocok dibaca saat hati sedang rawan. Tak mencoba menjadi bijak secara berlebihan, tapi seperti teman yang duduk di samping tanpa banyak tanya, cukup hadir. Puisi-puisi pendek dan narasi di dalamnya akan membuat kita merasa dimengerti.

3. On Earth We’re Briefly Gorgeous oleh Ocean Vuong

Buku ini seperti surat panjang kepada diri sendiri. Indah, menyakitkan, dan penuh luka yang dijahit dengan kata-kata puitis. Jika kamu sedang galau karena kehilangan, pencarian identitas, atau rasa tidak diterima, buku ini bisa menjadi pelampiasan sekaligus pengobat.

Saat Penuh Harapan: Menyiram Semangat dengan Cerita

Ada masa ketika hati sedang membuncah. Ide, semangat, dan harapan terasa besar. Di waktu seperti ini, kita perlu bacaan yang tidak hanya mempertahankan energi itu, tapi juga mengarahkan dan memperluasnya.

4. Educated oleh Tara Westover

Memoar ini menceritakan perjalanan seorang perempuan yang tumbuh dalam keluarga fundamentalis tanpa akses pendidikan formal, tapi kemudian berhasil meraih gelar doktor dari Cambridge. Kisah ini bukan hanya tentang pendidikan, tapi tentang keberanian menantang batas yang ditanamkan sejak lahir.

5. Ikigai oleh Hector Garcia dan Francesc Miralles

Buku nonfiksi ini mengupas rahasia panjang umur dan hidup bermakna dari masyarakat Okinawa, Jepang. Cocok untuk kamu yang ingin mengisi harapan dengan praktik keseharian. Ringan, inspiratif, tapi tidak menggurui.

6. Laut Bercerita oleh Leila S. Chudori

Meski latarnya adalah masa kelam politik Indonesia, Laut Bercerita justru mengajarkan tentang keteguhan, persahabatan, dan harapan yang tidak mudah padam. Bacaan yang membuat kita sadar bahwa harapan tidak selalu hadir dalam bentuk terang, tapi bisa dalam bentuk bertahan.

Saat Butuh Refleksi: Menepi untuk Mengerti Diri

Kadang kita butuh membaca bukan untuk mencari jawaban, tapi untuk memahami pertanyaan yang kita belum tahu cara merumuskannya. Buku untuk refleksi bukan tentang menyelesaikan masalah, melainkan mengajak menengok ke dalam.

7. The Things You Can See Only When You Slow Down oleh Haemin Sunim

Buku ini seperti meditasi dalam bentuk tulisan. Tanpa memaksa, ia mengajak pembacanya menurunkan kecepatan, melihat hal-hal kecil, dan menerima emosi tanpa penghakiman. Cocok untuk dibaca sedikit demi sedikit, pelan-pelan.

8. Sapiens oleh Yuval Noah Harari

Kalau kamu sedang ingin melihat hidup dari perspektif lebih luas, buku ini mengajak keluar dari drama personal dan menyadari betapa kompleks dan absurdnya perjalanan manusia. Membaca Sapiens bisa menjadi pengalaman kontemplatif yang menyegarkan.

9. Man’s Search for Meaning oleh Viktor E. Frankl

Ditulis oleh penyintas kamp konsentrasi Nazi, buku ini menyampaikan refleksi paling dalam tentang makna hidup dalam penderitaan. Membacanya saat hati sedang ingin bertanya “untuk apa semua ini?” bisa menjadi pengalaman yang sangat menggugah.

Kesimpulan


Tak ada bacaan yang netral. Semua buku menyampaikan getarannya sendiri. Dan ketika kita membaca sesuai dengan mood, buku bisa menjadi sahabat yang paling jujur. Ia tidak menuntut, tidak menyalahkan, hanya menemani.

Entah kamu sedang galau, penuh semangat, atau sedang ingin merenung, selalu ada buku yang bisa menjawab kebutuhan emosionalmu. Yang penting, beri diri ruang untuk memilih bukan hanya dengan logika, tapi juga dengan perasaan.

Karena kadang, satu halaman yang tepat bisa lebih menyembuhkan daripada seribu nasihat.